rosalia: Tentang Struktural Fungsionalis

Selasa, 05 Februari 2013

Tentang Struktural Fungsionalis

Salah satu paradigma yang dominan dalam sosiologi sebagai alat analisa adalah pendekatan struktural fungsionalis, sebelum kita mengenal lebih dekat paradigma tersebut, akan lebih mudah jika kita memahami konteks social lahirnya paradigma tersebut.

            Pada abad ke 18, di prancis semenjak tumbangnya kekaisaran raja louis XVI dengan dijatuhkannya penjara bestile oleh para budak, petani kecil, dan para borjuis, kondisi masyarakat prancis semakin tidak teratur, runtuhnya system yang Monarki dan penataan masyarakat yang feodalistik, hal ini ditambah dengan munculnya borjuis dengan industri-industri baru, yang menggantikan Guilde yang merupakan industri abad ke 15. mereka melakukan suatu perubahan dengan menggantikan tatanan social feodalistik tersebut.

Ditengah kondisi sosio-politik yang tidak teratur tersebut, August Comte menyususn formulasi Metodologi untuk mengamati realitas social di prancis waktu itum dengan meyakini bahwa bandul sejarah tidak dapat diputar ulang, artinya masyarakat yang stabil dan harmonis di zaman monarki Feodalistik tidak dapat dikontruksi, sejarah terus melaju tanpa diketahui benar masyarakat apa yang sedang dihadapinya.

Kemudian dia mengajukan suatu pendapat bahwa ilmu-ilmu social haruslah seperti ilmu-ilmu alam yang ketat atau dengan kata lain ilmu social haruslah mengikuti metodologi ilmu-ilmu alam, mulai dari melihat realitas atau kenyataan social maupun sampai merumuskan hokum-hukum yang melandasi realitas tersebut. Bagi Comte, ilmu social adalah fisika social, ini berarti realitas social memiliki dengan realitas obyek alam, sehingga ilmu social harus memandang realitas social sebagai obyek serta bersikap bebas nilai untuk menunjang obyektifitas suatu realitas dan bias diukur atau dikuantifikasikan untuk dapat diramalkan hokum-hukum social yang melandasi terjadinya realitas tersebut.

Metodologi yang diuraikan diatas disebut sebagai Positifistik netode positif menjadi tren baru dalam menganalisa kondisi social masyarakat, atas usahanya dalam meletakkan nilai-nilai keilmiahan dalam ilmu social ini adalah August Comte yang disebut bapak Sosiologi.

Salah satu murid August Comte yang berjasa memasukkan Sosiologi sebagai disiplin ilmu dan menempatkan sosiologi di tempat yang layak dalam Universitas adalah Emile Durkhaim. Sumbangannya yang bermanfaat bagi analisa social adalah penjelasan mengenai apa itu Fakta?. fakta menurutnya merupakan segala sesuatu yang berada di luar manusia. Fakta bersifat obyektif, manusia tidak akan menemukan obyektifitas fakta apabila tidak melepaskan subyektifitas pribadinya, ini berarti untuk menemukan fakta yang obyektif, manusia harus netral, tidak boleh berasumsi pribadi, hal inilah yang disebut dengan bebas nilai. Ketiadaan bebas nilai dalam memandang fakta akan berakibat mendistorsi fajta itu sendiri dan menyeret fakta yang obyektif ke dalam tafsiran-tafsiran subyektif manusia.

Beberapa karya terutama milik durkheim dalam sosiologi adalah analisanya mengenai bunuh diri (suicide) yang marak pada masyarakat eropa. Masyarakat baru yang ‘kapitalistik’ (definisi Marx untuk masyarakat yang kapital) dicirikan dengan semakin banyaknya buruh-buruh di pabrik dan semakin banyaknya budak bebas yang kemudian mangadu nasib ke pusat-pusat industri, tifak seimbangnya jumlah industri yang sedang bergeliat dengan kebutuhan pekerja dan jumlah tenaga pekerja, menyebabkan pengangguran disana-sini. Nasib yang tidak baik di masyarakat barupun terjadi di sector industri, karena mengimbangi permintaan yang semakin meningkat, para pemiliki modal meningkatkan jumlah produksinya, konsekwensinya jam kerja buruh harus ditingkatkan, mempekerjakan anak-anak dibawh umur atau perempuan dan menekan upah buruh seminim mungkin.

Selain itu masyarakat baru tersebut mengoyak tatanan social yang sidah mapan, system kasta, jalur kekerabatan mulai luntur. Kondisi masyarakat baru yang semakin tidak menentu tersebut, tidak adanya harapan dan kepastian hidup membuat sebagian masyarakat mengalami anomie dan mengakibatkan stress yang berkepanjangan yang pada gilirannya menimbulkan bunuh diri yang semakin marak di masyarakat eropa saat itu.

Bagi durkhaim, individu-individu yang tidak bisa survive dalam masyarakat baru tersebut pasti akan mengalami anomie dan patologis, individu tersebut mengganggu fungsi harmonisasi masyarakat. Dan tawaran dia atas kondisi ini adalah dibentuknya suatu pranata atau lembaga yang bertugas untuk menyediakan ruang-ruang pendidikan supaya individu yang anomie dapat dididik agar mampu beradaptasi dengan lingkungannya sehingga mampu menciptakan harmonisasi dalam masysarakat.

Melengkapi penjelasan structural-fungsionalis, Herbert Spencer seorang ilmuan social asal Inggris, mengatakan bahwa pada dasarnya msyarakat tersusun dalam suatu system social yang bekerja seperti organisme biologis, organ-organ tubuh memiliki fungsi-fungsi sendiri sesuai dengan posisi masing-masing yang saling bekerja secara harmoni, semisal pada suatu ketika, mata kita melihat gadis cantik, saraf mentransfer ke otak dan otak bekerja menganalisa dan mengirimkan hasilnya kepada saraf yang dimulut dan kita mengatakan “Aduh…Cantiknya”. Begitu pula system social, individu-individu sebagai actor memiliki posisi-posisi dalam masyarakat dan melakukan fungsi-fungsi yang sesuai dengan posisi tersebut. Hubungan-hubungan actor-aktor tersebut yang menciptakan struktur social.

Salah satu contoh dalam struktur masyarakat kapitalistik, buruh memiliki fungsi bekerja di pabrik untuk menghasilkan barang –barang produksi, pemiliki pabrik sebagai pemilik modal yang bertugas memutar surplus untuk diinvestasikan lagi, petani bertugas menyuplai barang atau bahan baku, rantai hubungan antara fungsi ini mencerminkan masyarakat yang kapitalistik.

Penjelasan yang mutahir mengenai structural-fungsionalis adalah seperti yang dirumuskan oleh talcott parson dalam bukunya yang terkenal Theory Sosial Action, dalam buku tersebut dia menjelaskan bahwa tindakan manusia dalam struktur social yang hidup, yakni adanya saling keterkaitan antara bagian-bagian yang merupakan system itu dan mencakup pertukaran dengan lingkungan, dan mempunyai ciri umum, yakni prasyarat dan fungsional imperative. Secara deduktif Talcott Parson mengatakan terdapat 4 kebutuhan fungsional , antara lain; latent pattern-maintenance (L) sbsistem budaya, integration (I) subsistem social, goal attainment (G) subsistem kepribadian, Adaptation (A) subsistem organisme perilaku, (Soeprapto, 2002). Adapun hubungan fungsional tersebut dapat dilihat dari bagian berikut.

Setiap gerak social adalah suatu system yang mencakup subsistem-subsistem tertentu yaitu budaya, kepribadian, social, dan organisme perilaku (Soeprapto, 2002)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar